Sabtu, 19 Februari 2011

Liana, Istri Yang Bahagia

SUATU kali di sebuah milis, aku membaca sebuah thread dari seorang pria. Dia minta foto-foto bugil versi voyeurisme. Karena aku punya koleksi, aku kirim lewat japri kepadanya. Dia membalas melalui email, mengucapkan terima kasih dan minta koleksi lain kalau ada. Aku kirim. Balasan selanjutnya, pria itu menceritakan tentang keanehan yang ada pada dirinya. Dia sangat suka mengintip, baik orang yang lagi ML maupun perempuan bugil. Bahkan istrinya sendiri pun dia intip. "Ada kepuasan tersendiri, walau ngintip istri sendiri," tulisnya.
Sejak itu kami sering berkirim email. Aku juga tahu bahwa Om Han tinggal di kota yang sama denganku. Dia selalu bercerita tentang dirinya. Dari situ aku tahu, laki-laki itu agak lemah secara seksual. Dia menyadari betul. Dia baru bisa terangsang secara hebat jika sudah mengintip. Sementara istrinya termasuk perempuan yang amat doyan seks. Selalu meminta, tapi jarang terpenuhi. Suami yang malang. Dia juga tahu istrinya tidur dengan beberapa laki-laki lain.
Keterbukaan Om Han -- begitu aku menyapanya -- semakin lebar. Dia akhirnya membuka rahasia besarnya dengan mengatakan bahwa dia sebenarnya ikut andil dalam perselingkuhan istrinya. Andil? Om Han sendiri yang mengaturnya, menyutradarainya. Sesungguhnyalah istrinya masuk ke dalam jebakan Om Han. "Aku puas melihat bagaimana istriku bergumul dengan laki-laki itu. Aku bahkan terangsang sangat hebat, dan seolah punya kekuatan ganda ketika menyetubuhi Liana sambil membayangkan Liana dimakan laki-laki lain," katanya dalam email.
Om Han adalah seorang pria keturunan. Umurnya sekitar 45 tahun, hanya berselisih dua tahun denganku. Istrinya, Liana, berumur sekitar 35 tahun. Mereka sudah belasan tahun menikah tetapi belum punya anak. Keduanya saling mencintai. Liana adalah tipe istri yang setia sebelumnya. Ya, sebelum Om Han menjebaknya.
Aku sangat suka membaca email-email Om Han. Ceritanya benar-benar seru dan mencengangkan. Tadinya aku mengira, orang-orang "sakit seks" seperti Om Han hanyalah khayalan, atau cerita bohong. Dan pada suatu ketika Om Han menulis email begini: You mau gak meniduri istriku?
Aku terpana. Tidak menyangka akan menerima pertanyaan selugas itu. Tawaran menggiurkan, tetapi sulit untuk aku jawab. Tak mudah mengatakan "Mau". Ada perasaan tidak enak. Selama ini aku telah memposisikan diriku sebagai seorang "sahabat", tempat curhat. Bagaimana mungkin aku harus meniduri istrinya? Terminologinya seolah aku merampas wilayah Om Han. Aku juga membayangkan bagaimana rasanya kalau istriku ditiduri pria lain. Uhhh....
"Tetapi semua itu juga tergantung nasib. Maksud saya, kalau Liana mau. Kalau dia merasa tak selera dengan Bung Andy, yaa you harus mengerti," tulis Om Han.
Dalam email-emailku selanjutnya aku tidak mengatakan secara tegas bahwa aku mau. Aku tidak yakin, ada perasaan khawatir, ada ketidakpercayaan. Om Han tampaknya menilai aku mengkhawatirkan wajah istriku. Makanya dalam email selanjutnya dia kirim foto istrinya. Seorang perempuan keturunan Tionghoa yang cantik. Bahkan kiriman selanjutnya sangat mencengangkan. Foto Liana selagi tidur, hasil "intipan" Om Han. Difoto dari berbagai pose, termasuk yang menampakkan paha mulus dan CD-nya.
Seperti sudah kuungkapkan di depan, semua perselingkuhan Liana atas prakarsa diam-diam Om Han. Om Han yang memberi jalan bagaimana pertemuan antara Liana dengan kekasih gelapnya terjadi, dan seterusnya sampai berlanjut ke kamar hotel. Baik, aku ceritakan saja tentang apa yang aku alami.
Setelah aku menerima tawaran Om Han (dengan malu-malu), akhirnya Om Han mengajukan beberapa syarat. Pertama, semua harus diatur oleh Om Han. Aku tinggal menjalani semua skenarionya. Jika aku melanggar, maka semuanya batal.
"Jika semua lancar dan aku merasa puas, aku bahkan akan membayar Bung Andy dengan uang yang cukup,' katanya. Kedua, aku harus menjaga kerahasiaan. "Kita mencoba mencari kesenangan. Semua harus bersenang-senang, dan berakhir penuh kesenangan. Aku tidak mau ribut-ribut." Aku setuju dengan syarat-syaratnya.
Komunikasiku dengan Om Han selanjutnya dilakukan lewat HP. Om Han menceritakan kebiasaan istrinya, kesukaannya. "Itu harus you pahami agar bisa menaklukkan istriku." Dari situ aku tahu banyak kepribadian dan kebiasaan Liana.
Liana termasuk perempuan pemalu, tetapi sangat suka dipuji. Sebagaimana perempuan Tionghoa lainnya, Liana agak membatasi diri terhadap pria non-Tionghoa. Karena itu Om Han minta supaya aku sangat berhati-hati.
Liana punya kegiatan berenang setiap hari Rabu. Om Han memberi tahu tempat berenangnya. Dia biasa makan di resto kolam renang selepas berenang. Dia selalu membawa mobil Peugeot 206 hijau metalik, nomor XXXX. "Kalau ada prempuan turun dari mobil itu, dialah Liana," kata Om Han.
Om Han menyarankan aku supaya juga berenang, dan sesekali mendekat ke arah Liana supaya perempuan itu mulai terbiasa dengan wajahku. Tetapi jangan buru-buru melakukan pendekatan di kolam renang. Lebih baik di resto. Dan sebelum aku melakukannya, aku mesti meminta izin kepada Om Han.
Akhirnya Rabu pagi itu aku mengontak Om Han, mengatakan bahwa aku akan ke kolam renang. Om Han setuju, dan mengingatkan kembali tentang apa-apa yang harus dan tidak harus aku lakukan. "Selamat berburu. Semoga sukses Bung Andy," katanya. Sekitar jam 10 aku membolos kerja, hanya untuk mencari perempuan bernama Liana. Sengaja aku datang agak pagi supaya tidak keduluan Liana. Aku memarkir mobil, dan menunggu. Sekitar 30 menit kemudian datangah mobil yang aku tunggu.
Seorang perempuan dengan tinggi badan sekitar 160cm turun dari mobil. Rambutnya sebahu. Kulit putih bersih dan tubuh yang padat berisi. Dia menenteng sebuah tas. Setelah dia masuk ke area kolam renang aku menyusulnya. Masuk ke ruang ganti dengan buru-buru supaya bisa mengikuti Liana. Soalnya aku takut keliru dengan perempuan lain. Maklum hanya sekilas tadi aku melihat wajah Liana.
Setelah mengenakan pakaian renang, akupun mencebur ke kolam. Berenang. Tidak banyak orang. Hanya beberapa yang berenang, itupun hampir semuanya orang-orang chinese. Aku lihat perempuan menuju kolam. Liana. Gila, bodinya bener-bener membuatku ngiler. Alangkah sedapnya bisa meniduri dia. Perempauan itu sudah membasahi tubuhnya dengan air. Pakaian renangnya benar-benar mengeksplorasi keindahan tubuhnya. Dia segera mencebur, dan berenang gaya dada. Memperhatikan Liana, jantungku berdebar-debar. Aku tidak berani bertindak. Aku ikuti saran Om Han. Awalnya jarak start kami sekitar 3 meteran. Tetapi ketika berbalik arah aku sengaja landing mendekat ke arah dia. Lalu pura-pura istirahat, menunggu Liana datang. Setelah beberapa kali, akhirnya terjadilah. Liana tersenyum kecil ke arahku. Aku membalasnya. Mungkin itu dia lakukan karena memang tak banyak yang berada di kolam, dan kami selalu berdekatan posisi. Makin lama makin sering kami melempar senyum, dan aku mencoba untuk menyapanya.
"Gerakannya bagus sekali. Dulu les ya ci?" kataku memuji. Dia tersenyum tapi tidak menjawab dengan kata. Aku tinggalkan dia dan mengambil gaya kupu-kupu. Aku ingin menarik perhatiannya. Ini adalah gaya yang paling sulit. Tak banyak yang bisa melakukan kecuali pernah ikut les. Rupanya dia memperhatikanku.
"Mas tuh yang pernah les," katanya. Aku senang sekali.
"Sudah lama sih," jawabku. Pura-pura tak acuh, aku kembali mengayunkan tangan dan kaki menjauh darinya. Liana masih di sana. Mungkin mulai kecapekan. Ketika kembali ke tempat semula aku mendekati Liana.
"Sering berenang ke sini ya ci?"
"Ya kadang-kadang aja."
"Ooo, saya baru kali ini. Biasanya di Graha. Tapi pengin suasana baru. Ternyata di sini enak. Sepi dan airnya jernih," kataku.
"Di Graha juga jernih kan?
Percakapan ringan terjadi. Kami mulai agak akrab. Sampai akhirnya kami berada di resto. Dia memesan mie titee, dan aku pisang goreng.
"Laper kalau habis berenang," kataku. Liana membungkus tubuhnya dengan handuk. "Kok sendirian aja ci?"
"Iya saya biasa sendirian," sahutnya.
"Gak dianter pacar? Ga kerja?"
"Pacar, saya sudah bersuami kok. Suami saya kerja saya ibu rumah tangga."
"Hah? Sudah bersuami? keliatannya kayak bujangan. Emang umur cici berapa? Aku berbohong, sekadar untuk membuatnya bangga.
"35 tahun."
"Ahh bohong. Masih muda gitu."
Percakapan itu berjalan lancar. Kami juga sempat tukar-menukar nomor HP. Kami berjanji akan bertemu lagi Rabu pekan depan.
Aku ceritakan semuanya ke Om Han yang terjadi hari itu. Om Han juga senang dan memujiku sebagai pria yang gentle. "Kayaknya you mau sukses. Teruskan saja." Om Han juga mengizinkan aku untuk berkomunikasi lewat HP dengan istrinya. Yang penting. Aku tidak boleh berkencan tanpa sepengetahuannya. Aku juga dilarang bercerita soal keterlibatan Om Han, karena Liana bisa tersinggung. "Nanti bisa bisa buyar semuanya," kata Om Han.
Komunikasi lewat SMS dengan Liana berjalan lancar. Bahkan sudah mulai mesra, sampai kahirnya aku mengajaknya untuk berkencan. Ajakanku diterima, dan aku melaporkan itu kepada Om Han. Akhirnya Om Han memintaku bertemu dengannya. Aku menemui Om Han di sebuah kafe pada sore hari. Om Han berbadan tinggi. Wajahnya biasa saja. Sejak semula aku menduga dia orang yang sangat kaya. Dan itu terbukti ketika aku bertemu untuk pertama kalinya. Dia mengendarai BMW jenis SUV warna hitam. Mobil yang gagah sekali. Limited edition. Dia senang sekali bertemu denganku. "Maaf Bung Andy, kayaknya Bung Andy menjadi pria Jawa pertama yang meniduri Liana. Selama ini yaa sesama chinese," katanya. Setelahnya Om Han akan mengatur jadwal kencanku dengan Liana.
"Aku yang booking kamar, tapi nanti bilang sama Liana, you yang booking," kata Om Han.
Ternyata aku harus booking kamar di Hotel X. Kenapa tidak di Hotel Y, rupanya inilah tak-tik Om Han untuk mengintip aku dan Liana. Om Han membooking dua kamar. Satu untuk aku, satu lagi kamar sebelahnya untuk dia dan peralatan mengintipnya. Dan ... ini yang tidak disadari Liana. Di dalam mobil Liana telah terpasang kamera pengintip yang tersembunyi. Kamera ini terhubung melalui sinyal ke dalam monitor yang ada di tangan Om Han. Dia tahu semua yang terjadi di mobil istrinya. Ini baru aku ketahui beberapa hari setelah kencan terjadi. Itu pun atas pemberitahuan Om Han. Karena itu Om Han minta supaya kencan dilakukan dengan mobil Liana, sehingga sepanjang perjalanan menuju hotel, Om Han mengetahui apa yang terjadi. Benar-benar luar biasa laki-laki tajir itu. Sepanjang perjalanan aku dan Liana memang sudah saling cubit, saling remas. Bahkan aku yang pegang kemudi digoda dengan remasan-remasan nakal di kontolku. "Ayooo.. keluarin di mobil aja..." Liana tertawa.
"Dodol ah..." jawabku. Singkat cerita aku dan Liana telah memasuki kamar hotel. Tak sabar rasanya ingin segera ******* Liana. Sejak dalam perjalanan nafsuku sudah meledak-ledak.
Begitu pintu kamar aku kunci, aku langsung mendekap Liana dari belakang, dan aku hujani tengkuknya dengan ciuman penuh nafsu. Liana terpekik. Tas tangannya terjatuh. Dia membalikkan badan dan menyambut dengan penuh gelora ciuman bibirku. Kami berpagutan. Aku lepas blus yang membungkus tubuhnya. Juga bra yang membungkus bukit kembarnya. Toketnya yang putih dengan puting warna pink menyembul. Masih kenceng, seperti puting gadis perawan. Aku dengan rakus melumatnya. Aku tak peduli lagi bahwa apa yang aku lakukan ini diintai dengan kedua mata Om Han, suami Liana.
Aku rebahkan tubuh Liana, kulucuti semua pakaiannya hingga tak satu helai benang menempel di tubuh putihnya. Aku jilati semuanya. Semua. Benar-benar baru kali ini aku melihat tubuh seputih itu. Bahkan di antara selangkangan, seputar anus, nyaris tanpa warna coklat atau hitam. Tak ragu-ragu, aku jilati seluruh memek dan isinya, juga seputar anusnya. Liana menggelepar-gelepar tidak karuan. Dia meminta kontolku, dan dikulumnya dengan rakus.
"Agghhhhh...." Aku mengeluh panjang. Kuluman yang luar biasa. Tampaknya Liana sangat pintar. Kontolku terbenam seluruhnya ke dalam kerongkongannya. Kontolku memang tidak terlalu besar dan panjang. Ya ukuran Asia, sekitar 12cm. Bibirnya menempel di kulit perut bawahku. Dia hisap, dia kili-kili dengan lidahnya. Aku menjerit tertahan. Merasakan nikmat yang amat sangat. Lama kami bermain 69. Rupanya Liana sangat suka gaya ini. Dia tak segera mengakhiri permainan 69. Dia balikkan tubuh kami, sehingga aku berada di bawah. Diangkatnya pantatnya sehingga memeknya menjauh dari mulutku. Tadinya aku mengira dia ingin mengakhiri 69. Tetapi ternyata Liana ingin mulutku mengejar memeknya. "Ayo sayang... emut lagi..." pintanya. Ketika aku menjilat, dia berusaha menjauhkan lagi dengan mengangkat bokongnya. Maka aku pun memeluk pinggangnya. "Yeahhhh...." Dia melenguh saat tubuhku menggandul di pinggangnya sambil menjilati itilnya. "Terusss... sayang... teruss..." Ia kembali mengemut kontolku. "Pakai jari sayang..."
Aku masukkan jari tengahku, dan mengobok-obok memeknya yang sudah basah kuyup. Liana melonjak-lenjak kenikmatan, lalu mengerang tertahan. Rupanya dia orgasme. Bersamaan dengan itu, diisapnya kontolku kuat-kuat.
"Keluarin sayang... keluarin...." Dia menepuk-nepuk pahaku memintaku segera ejakulasi. Aku coba mengejan, tetapi tak juga berasa ejakulasi. Dia kocok kontolku dengan mulutnya sambil terus dihisap-hisap.
"Ohhhh... sayang... aku mau keluar," kataku.
"Ayoo keluarin.. keluarin..."
Dan akhirnya memang keluar. Maniku menyemprot jauh ke dalam kerongkongannya. Dia menghisap begitu kuatnya, sampai kontolku terasa ngilu, dan tubuh seolah terpental ke awang-awang. Baru kali ini aku mengalami ejakulasi sehebat ini. Setelah itu, benar-benar lemas. Nyaris seperti pingsan. Liana tampak berusaha menelan sisa-sisa maniku di mulutnya.
"Kamu gak jijik say?"
"Gak. Enak banget kok," katanya. "Kan tadi kamu juga gak jijik jilati anusku." Aku meraih tubuhnya dan mencium dia. Aku memeluk erat Liana sebagai rasa terima kasih atas pelayanannya yang luar biasa.
Kami kembali bermain beberapa menit kemudian. Persenggamaan yang seru. Gaya-gaya dalam BF yang belum pernah aku jalani kami lakukan. Hanya ketika aku meminta anus, Liana menolak. Rupanya Liana paling suka gaya tusukan dari belakang. Dia memunggungiku, aku mengarahkan ****** melewati pantatnya. Dia menjerit-jerit, mencengkeramku. Dia berusaha menoleh ke belakang mencari bibirku. Ketika kami berciuman lidahnya menari-nari liar. Dia juga memintaku menjulurkan lidah, dan dihisap-hisapnya lidahku. Semakin aku keras menggenjot ******, semakin liar reaksi dia. Liana menyukai gaya itu, katanya sentuhan ****** ke bagian-bagian memeknya sangat fantastis. Dia juga merasa kenikmatan ketika bulu-bulu kemaluanku menyapu pantatnya. "Kayak dikili-kili.." katanya. Kami bermain sampai sore hari. Sekitar jam 4 sore Liana berkemas.
"Aku harus segera pulang. Sebentar lagi suamiku pulang kerja. Kalau aku gak ada di rumah bisa dicincang aku," katanya. Aku diam saja, dan baru teringat akan Om Han. Entah apa yang dipikirkan dan dilakukan pria itu di kamar sebelah....
Aku tidak pernah tahu karena Om Han tidak pernah bercerita dan aku tidak enak hati bertanya. Yang agak mengagetkanku, keesokan harinya Om Han mencoba memberiku sejumlah uang. Cukup banyak. Kutaksir lima jutaan. Tetapi aku menolaknya. Dia coba memaksa, tetapi aku tetap menolak. "Saya kan yang diuntungkan Om, saya yang enak." Om Han tampaknya senang dengan reaksiku.
Percintaanku dengan Liana berlanjut beberapa bulan kemudian. Semua berjalan lancar. Selama itu aku tidak pernah mengkhianati Om Han dengan misalnya kencan diam-diam. Setelah itu Om Han memintaku mengakhirinya. "Ini untuk kebaikan bersama Bung," katanya. Baik untuk menjaga rahasia dari Liana, juga mencegah kemungkinan larutnya aku ke dalam hubungan yang lebih personal dengan Liana. "Kasihan istri Bung kalau keterusan. Aku mohon pengertian Bung ..."
Meski dengan berat hati, aku menuruti kemauan Om Han. Sejak itu aku mencoba menghindari Liana, dan kembali hidup sebagai petualang yang berburu mangsa....***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar